Teladas Menolak Bungkam: “Ini Tanah Leluhur Kami”

TULANG BAWANG311 Dilihat

Tulang Bawang – Dari tepian Sungai Tulang Bawang hingga hutan yang menjadi saksi lahirnya Kampung Teladas—kampung tua yang telah memekarkan 11 kampung di Kecamatan Dente Teladas—suara perlawanan kembali bangkit. Warga menolak tunduk pada penguasaan lahan oleh PT Sugar Group Companies (SGC).

SGC yang selama ini menguasai ribuan hektare tanah di Lampung, tercatat memiliki HGU melalui anak perusahaannya: PT Indo Lampung Perkasa (ILP), PT Sweet Indo Lampung (SIL), dan PT Gula Putih Mataram (GPM). Namun, catatan lama di masyarakat justru menyebut nama lain: PT Indo Lampung Buana Makmur (ILBM), PT Indo Lampung Cahaya Makmur (ILCM), dan PT Indo Lampung Delta Permai (ILDP). Perusahaan-perusahaan itu diyakini berdiri pongah di atas tanah warisan leluhur tanpa pernah memberi kepastian hak bagi pemilik asalnya.

Selama puluhan tahun, keberadaan raksasa tebu ini meninggalkan jejak panjang keluhan: dugaan perluasan areal di luar konsesi, tumpang tindih lahan warga, hingga hilangnya akses ke tanah ulayat. Sebagian tanah adat di dalam HGU bahkan disebut tidak pernah diganti rugi sejak awal perusahaan beroperasi.

“Kami diam selama ini, tapi bukan berarti menyerah. Hak tanah kami dirampas, bahkan ada yang tidak masuk HGU tapi tetap dikuasai perusahaan. Kami berharap Pemerintah Pusat dan instansi terkait merealisasikan pengukuran ulang,” tegas Mardali. Am, Ketua Marga Tegamo’an Kampung Teladas, 17/08/25.

Kini, momentum perlawanan semakin kuat. Aliansi Tiga Lembaga Lampung—AKAR (Aliansi Komando Aksi Rakyat), KERAMAT (Koalisi Rakyat Madani), dan PEMATANK (Pergerakan Masyarakat Analisis Kebijakan)—yang dipimpin Indra Musta’in, mendorong agar lahan SGC diukur ulang. Desakan itu direspons DPR RI yang menyetujui proses ukur ulang HGU PT ILP, SIL, dan GPM di Tulang Bawang serta Lampung Tengah.

Bagi masyarakat Teladas, pengukuran ulang bukan sekadar agenda teknis, melainkan jalan membuka peta penguasaan lahan yang selama ini tertutup rapat. “Ini tanah leluhur kami, bukan sekadar lahan bisnis. Kami berdiri di sini bukan untuk mengemis, tapi menuntut hak,” ujar Syukri Isa, SE.Ak, Ketua Tim Penyelesaian Tanah Ulayat Komunitas Masyarakat Hukum Adat Teladas.

Warga berjanji tidak tinggal diam. Pada 25–27 Agustus mendatang, perwakilan mereka akan berangkat ke Jakarta bersama Tiga Lembaga untuk menggelar aksi di DPR RI dan Kementerian ATR/BPN, menuntut pengukuran ulang sekaligus pengembalian tanah ulayat masyarakat adat Kampung Teladas.

Langkah DPR RI membuka babak baru tarik-menarik antara kepentingan korporasi dan hak masyarakat hukum adat. Pertanyaan yang tersisa: apakah ukur ulang ini benar-benar membongkar peta permainan lahan, atau justru berakhir pada kompromi yang membungkam suara lantang dari Teladas? (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed