Proyek-Proyek Bermasalah di Lampung: Saatnya Menyalakan Obor Keadilan

LAMPUNG103 Dilihat

Bandar Lampung – Aliansi Lembaga Anti Korupsi (ALAK) yang terdiri dari empat lembaga, Gerakan Demo Rakyat, TEMPE, Lemparta, dan KILAT Lampung—menggelar aksi moral di depan kantor Balai Pelaksana Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Provinsi Lampung, Kamis (24/7/2025).

Dalam orasinya, Kahfi selaku orator aksi menyebut, kehadiran mereka bukan semata-mata untuk berteriak di depan kantor balai, tetapi sebagai bentuk perlawanan terhadap rusaknya tata kelola proyek beranggaran ratusan miliar rupiah yang bersumber dari Instruksi Presiden (Inpres) maupun anggaran vertikal Kementerian PUPR.

“Kami hidupkan obor keadilan. Hampir seluruh proyek balai di Lampung bermasalah—pekerjaan buruk, tetapi tetap di-PHO. Ada kekacauan sistemik,” ujar Kahfi di hadapan massa.

Proyek Tangki Septik Diduga Sarat Penyimpangan

ALAK menyoroti proyek tangki septik di berbagai daerah yang terindikasi bermasalah,

Lampung Tengah, Proyek senilai Rp29 miliar telah dinyatakan Provisional Hand Over (PHO), padahal menurut Kahfi pekerjaan kekurangan volume dan tidak sesuai RAB. Meski begitu, proyek tetap diterima oleh balai dan panitia PHO.

Lampung Utara, Proyek serupa senilai Rp22 miliar disebut terbengkalai hingga kini tanpa kejelasan.

Pringsewu, Proyek tangki septik dalam program Inpres juga disebut mengalami permasalahan.

Way Ratai, Pesawaran, Pekerjaan penanganan kemiskinan ekstrem senilai Rp7 miliar tahun 2024 dipertanyakan efektivitas dan realisasinya.

Rehabilitasi Sarana Sekolah (Pesisir Barat, Tanggamus, Lampung Utara), Proyek senilai Rp19,2 miliar yang dilaksanakan oleh PT Berkah Lancar Lestari disinyalir bermasalah dalam progres dan mutu pelaksanaan.

Dari berbagai temuan lapangan dan pengakuan pelaku, ALAK menengarai bahwa proyek-proyek ini melanggar sejumlah regulasi.

1. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (jo. Perpres 12/2021):

Pasal 78 ayat (1): Penyedia wajib melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak.

Pasal 78 ayat (2): Pengawas berkewajiban memantau dan melaporkan progres pekerjaan.

Bila pekerjaan tetap diterima padahal tak sesuai spesifikasi atau volume, maka diduga terjadi pelanggaran pasal ini.

2. Peraturan Menteri PUPR No. 14/PRT/M/2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi:

Penyimpangan dalam pelaksanaan PHO dan pengabaian terhadap kekurangan volume bisa dikategorikan sebagai maladministrasi dan pelanggaran kontraktual.

3. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara:

Pasal 3 dan Pasal 20 menyatakan pejabat negara bertanggung jawab atas kerugian negara akibat kelalaian dan kesengajaan. Serah terima proyek yang tidak sesuai dapat menimbulkan potensi kerugian negara.

4. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

Pasal 3, Setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan atau sarana karena jabatan dapat dipidana bila menimbulkan kerugian keuangan negara.

Koordinator ALAK, Mailudin, menyebut akan melaporkan kasus ini ke DPR RI dan Kementerian PUPR. Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal proses hukum di Kejaksaan Tinggi Lampung.

“Kami tak mau Lampung jadi ladang proyek asal-asalan. Uang negara harus dipertanggungjawabkan. Proyek tangki septik bukan kuburan uang rakyat,” tegasnya.

ALAK meminta Kejaksaan Tinggi Lampung untuk segera membentuk tim khusus dalam mengusut proyek-proyek bermasalah ini dan memanggil pejabat di lingkungan Balai serta pihak rekanan yang terlibat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *